Beranda | Artikel
Hukum Menyetir Mobil Bagi Wanita
Rabu, 17 Mei 2006

HUKUM MENYETIR MOBIL BAGI WANITA

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah. Amma ba’du.

Banyak orang berbicara tentang wanita menyetir mobil di koran Al-Jazirah, padahal telah diketahui bahwa hal ini bisa menyebabkan berbagai kerusakan, dan hal ini pun tidak luput dari pengetahun orang-orang yang mempropagandakannya. Di antaranya adalah terjadinya khulwah, menampakkan wajah, campur baur dengan kaum laki-laki dan dilakukan berbagai marabahaya yang karenanya hal-hal tersebut dilarang. Syari’at yang suci telah melarang sarana-sarana yang bisa menyebabkan kepada sesuatu yang haram, syari’at menganggap sarana-sarana itu haram juga. Allah subhaanahu wa ta’ala telah memerintahkan para isteri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para isteri kaum mukminin untuk tetap tinggal di rumah, berhijab dan tidak menampakkan perhiasan kepada yang bukan mahramnya, karena semua ini (bila dilanggar) bisa menyebabkan pergaulan bebas yang merusak masyarakat.

Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman.

وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya.” [Al-Ahzab/33: 33]

Dalam ayat lainnya disebutkan, “Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” [Al-Ahzab: 59].

Dalam ayat lainnya lagi disebutkan.

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التَّابِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Dan katakanlah kepada wanita yang beriman ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang ber-iman supaya kamu beruntung.” [An-Nur/24: 31]

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pun telah bersabda.

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

Tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepian dengan seorang wanita kecuali setanlah yang ketiganya.”[HR. At-Tirmidzi dalam Al-Fitan (2165), Ahmad (115) dari hadits Umar]

Karena itu, syari’at yang suci melarang semua faktor yang bisa menyebabkan kenistaan, di antaranya dengan larangan me-nuduh berbuat nista terhadap para wanita yang memelihara kesucian dirinya dan tidak berfikiran keji, dan menetapkan hu-kuman yang sangat berat bagi yang melontarkan tuduhan tanpa bisa membuktikan. Hal ini untuk melindungi masyarakat dari penyebaran faktor-faktor kenistaan. Menyetirnya wanita termasuk faktor-faktor yang bisa menimbulkan hal itu, ini sudah maklum, tapi ketidaktahuan tentang hukum-hukum syari’at dan tentang akibat-akibat buruk yang ditimbulkan oleh sikap menganggap en-teng sarana-sarana penyebab kemungkaran, padahal pada kenya-taannya telah banyak menimpa orang-orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit, mencintai pergaulan bebas, bersenang-senang dengan memandangi wanita-wanita yang bukan mahram-nya; semua ini menyebabkan kehanyutan dalam perkara tersebut dan yang serupanya, tanpa menyadari marabahaya di baliknya.

Allah subhaanahu wa ta’ala telah berfirman.

قُلْ اِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْاِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَاَنْ تُشْرِكُوْا بِاللّٰهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهٖ سُلْطٰنًا وَّاَنْ تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

Katakanlah, ‘Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menu-runkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui‘.” [Al-A’raf/7: 33]

Dalam ayat lainnya disebutkan.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun telah bersabda.

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

Aku tidak meninggalkan fitnah yang lebih membahayakan kaum laki-laki daripada fitnah wanita.” [HR. Al-Bukhari dalam An-Nikah (5096), Muslim dalam Adz-Dzikr (2740)]

Dari Hudzifah bin Al-Yaman Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengenai kebaikan, sementara aku menanyakan tentang keburukan karena khawatir menimpa-ku. Aku katakan, ‘Wahai Rasulullah, dulu kami dalam kondisi jahiliyah dan keburukan, lalu Allah memberi kami kebaikan ini. Apakah setelah kebaikan ini ada keburukan?’ Beliau menjawab, ‘Ya.’ Aku bertanya lagi, ‘Apakah setelah keburukan itu ada lagi kebaikan?,’ beliau menjawab, ‘Ya. Dan saat itu ada pemandunya.’ Aku bertanya lagi, ‘Apa pemandunya?’ beliau menjawab, ‘Suatu kaum yang menempuh cara selain caraku dan berperilaku tidak sesuai dengan petunjukku, engkau mengetahui mereka dan mengingkarinya.’ Aku bertanya lagi, ‘Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan lagi?’ beliau menjawab, ‘Ya. Para penyeru di atas pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa menuruti mereka, akan dilemparkan ke dalamnya.’ Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, terangkan ciri-cirinya.’ Beliau bersabda, ‘Baiklah. Itu suatu kaum dari golongan kita dan berbicara dengan bahasa kita.’ Aku bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, bagai-mana bila aku mengalami masa itu?’ beliau bersabda, ‘Hendaknya engkau beserta jama’ah kaum muslimin dan imam mereka.’ Aku berta-nya lagi, ‘Bagaimana bila tidak ada jama’ah dan tidak pula imam?’ Beliau menjawab, ‘Hindari semua golongan itu walaupun engkau harus berpegangan dengan akar pohon sampai mati engkau tetap seperti itu’.” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Manaqib (3606), Muslim dalam Al-Imarah (1847)]

Saya serukan kepada setiap muslim agar bertakwa kepada Allah dalam perkataan dan perbuatannya, dan hendaknya meng-hindari fitnah-fitnah dan orang-orang yang menyerukannya, menjauhi segala hal yang dimurkai Allah subhaanahu wa ta’ala atau bisa menimbulkan kemurkaanNya, dan benar-benar waspada agar tidak termasuk mereka yang disebutkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits yang mulia tadi. Semoga Allah melindungi kita dari keburukan fitnah dan para pelakunya, memelihara agama umat ini dan melindunginya dari keburukan para penyeru keburukan, serta menunjuki para penulis koran-koran kita dan semua kaum muslimin ke jalan yang diri-dhaiNya dan mengandung kebaikan bagi kaum muslimin serta keselamatan mereka di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas itu.

Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

[Majmu’ Al-Fatawa, juz 3, Syaikh Ibnu Baz]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1837-hukum-menyetir-mobil-bagi-wanita.html